Musibah berasal dari kata ashaaba, yushiibu, mushiibatan yang berarti segala yang menimpa pada sesuatu baik berupa kesenangan maupun kesusahan. Namun, umumnya dipahami musibah selalu identik dengan kesusahan. Padahal, kesenangan yang dirasakan pada hakikatnya musibah juga. Dengan musibah, Allah SWT hendak menguji siapa yang paling baik amalnya.
''Sesungguhnya kami telah jadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, karena Kami hendak memberi cobaan kepada mereka, siapakah di antara mereka yang paling baik amalnya.'' (QS Al-Kahfi (18): 7) Ada tiga golongan manusia dalam menghadapi musibah. Pertama, orang yang menganggap bahwa musibah adalah sebagai hukuman dan azab kepadanya. Sehingga, dia selalu merasa sempit dada dan selalu mengeluh.
Kedua, orang yang menilai bahwa musibah adalah sebagai penghapus dosa. Ia tidak pernah menyerahkan apa-apa yang menimpanya kecuali kepada Allah SWT. Ketiga, orang yang meyakini bahwa musibah adalah ladang peningkatan iman dan takwanya. Orang yang seperti ini selalu tenang serta percaya bahwa dengan musibah itu Allah SWT menghendaki kebaikan bagi dirinya.
Musibah yang ditimpakan kepada manusia ada dua macam. Pertama, musibah dunia; dan kedua, musibah akhirat. Musibah dunia salah satunya ialah ketakutan, kelaparan, kematian, dan sebagainya sebagaimana Allah SWT jelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 155. ''Dan pasti akan kami uji kalian dengan sesuatu dari ketakutan, dan kelaparan, dan kekurangan harta dan jiwa dan buah-buahan, dan berilah kabar gembira bagi orang-orang yang sabar.'' Adapun musibah akhirat adalah orang yang tidak punya amal saleh dalam hidupnya, sehingga jauh dari pahala. Rasulullah SAW pernah bersabda, ''Orang yang terkena musibah, bukanlah seperti yang kalian ketahui, tetapi orang yang terkena musibah yaitu yang tidak memperoleh kebajikan (pahala) dalam hidupnya.''
Orang yang terkena musibah berupa kesusahan di dunia, jika ia hadapi dengan kesabaran, ikhtiar, dan tawakal kepada Allah SWT, hakikatnya ia tidak terkena musibah. Justru yang ia dapatkan adalah pahala.
Sebaliknya, musibah kesenangan selama hidupnya, jika ia tidak pandai mensyukurinya, maka itulah musibah yang sesungguhnya. Karena, bukan pahala yang ia peroleh, melainkan dosa.
Berkenaan dengan hal tersebut, dalam hadis Qudsi Allah SWT berfirman, ''Demi keagungan dan kemuliaan-Ku, Aku tiada mengeluarkan hamba-Ku yang Aku inginkan kebaikan baginya dari kehidupan dunia, sehingga Aku tebus perbuatan-perbuatan dosanya dengan penyakit pada tubuhnya, kerugian pada hartanya, kehilangan anaknya. Apabila masih ada dosa yang tersisa dijadikan ia merasa berat di saat sakaratul maut, sehingga ia menjumpai Aku seperti bayi yang baru dilahirkan.''
Rabu, 05 November 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar